TAHAP-TAHAP ACARA PERADILAN PERDATA
TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PERADILAN PERDATA:
A. TAHAP ADMINISTRATIF
a. Penggugat memasukkan surat gugatan ke Pengadilan
Negeri yang berwenang
Menurut pasal 118 HIR, ditentukan bahwa
kewenangan Pengadilan Negeri yang berhak untuk memeriksa perkara adalah:
(1) Pengadilan Negeri dimana terletak tempat diam (domisili)
Tergugat.
(2) Apabila Tergugat lebih dari seorang, maka tuntutan
dimasukkan ke dalam Pengadilan Negeri di tempat diam (domisili) salah seorang
dari Tergugat tersebut. Atau apabila terdapat hubungan yang berhutang dan
penjamin, maka tuntutan disampaikan kepada Pengadilan Negeri tempat domisili
sang berhutang atau salah seorang yang berhutang itu.
(3) Apabila Tergugat tidak diketahui tempat domisilinya atau
Tergugat tidak dikenal, maka tuntutan dimasukkan kepada Pengadilan Negeri
tempat domisili sang Penggugat atau salah seorang Penggugat. Atau apabila tuntutan
tersebut mengenai barang tetap, maka tuntutan dimasukkan ke dalam Pengadilan
Negeri yang dalam daerah hukumnya barang tersebut terletak.
(4) Tuntutan juga dapat dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang
telah disepakati oleh pihak Penggugat
b. Penggugat membayar biaya perkara,
c. Penggugat mendapatkan bukti
pembayaran perkara,
d. Penggugat menerima nomor perkara (roll).
Hak dan
Kewajiban Tergugat/Penggugat
Dalam hal pemahaman bahasa:
Pasal 120: Bilamana Penggugat buta huruf, maka
surat gugatnya yang dapat dimasukannya dengan lisan kepada ketua pengadilan
negeri yang mencatat gugatan itu.
Pasal 131:
(1) Jika kedua belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat
diperdamaikan (hal ini mesti disebutkan dalam pemberitahuan pemeriksaan), maka
surat yang dimasukkan oleh pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak
tidak paham bahasa yang dipakai dalam surat itu diterjemahkan oleh juru bahasa
yang ditunjuk oleh ketua dalam bahasa dari kedua belah pihak.
(2) Sesudah itu maka penggugat dan tergugat didengar kalau
perlu memakai seorang juru bahasa.
(3) Jika juru bahasa itu bukan berasal dari juru bahasa
pengadilan negeri yang sudah disumpah, maka harus disumpah terlebih dahulu di
hadapan ketua.
Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi
juru bahasa.
·
Dalam hal gugatan balik:
Pasal 132 a:
(1) Tergugat berhak dalam tiap-tiap
perkara memasukkan gugatan melawan/gugat balik, kecuali:
1e. kalau penggugat memajukan gugatan
karena suatu sifat, sedang gugatan melawan itu akan mengenai dirinya sendiri
dan sebaliknya;
2e. kalau pengadilan negeri yang
memeriksa surat gugat penggugat tidak berhak memeriksa gugatan melawan itu
berhubung dengan pokok perselisihan
3e. dalam perkara perselisihan tentang
menjalankan keputusan.
(2)
Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat melawan, maka
dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu.
·
Dalam hal kewenangan Pengadilan:
Pasal 134: Jika perselisihan itu suatu perkara
yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri maka pada setiap waktu dalam
pemeriksaan perkara itu dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak
berkuasa dan hakimpun wajib mengakuinya karena jabatannya.
·
Dalam hal pembuktian:
Pasal 137: Pihak-pihak dapat menuntut melihat
surat-surat keterangan lawannya dan sebaliknya surat mana diserahkan kepada hakim untuk
keperluan itu.
·
Dalam hal berperkara tanpa biaya:
Pasal 237: Orang-orang yang demikian, yang sebagai
Penggugat, atau sebagai tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu
membayar biaya perkara, dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak
berbiaya.
Pasal 238:
(1) Apabila penggugat menghendaki izin itu, maka ia memajukan
permintaan untuk itu pada waktu memasukkan surat gugatan atau pada waktu ia
memajukan gugatannya dengan lisan, sebagaimana diatur dalam Pasal 118 dan 120.
(2) Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu
diminta pada waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada Pasal 121.
(3) Permintaan dalam kedua hal itu harus
disertai dengan surat keterangan tidak mampu, yang diberikan oleh Kepala polisi
pada tempat tinggal si pemohon yang berisi keterangan yang menyatakan bahwa
benar orang tersebut tidak mampu.
Penentuan hari sidang:
Pasal 122:
Ketika menentukan hari persidangan maka
ketua menimbang jauh letaknya tempat diam atau tempat tinggal kedua belah pihak
daripada tempat pengadilan negeri bersidang, dan dalam surat perintah
sedemikian, maka waktu antara memanggil kedua belah pihak dan hari persidangan
ditetapkan, kecuali dalam hal yang perlu sekali, tidak boleh kurang dari tiga
hari pekerjaan.
Kemungkinan- kemungkinan yang dapat
terjadi pada sidang pertama:
1. Penggugat hadir, tergugat tidak hadir
Pasal 125
(1) : jikalau si Tergugat, walaupun
dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah
ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,
maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tak hadir, kecuali jika tuntutan
itu melawan hak atau tidak beralasan.
2. Penggugat tidak hadir, Tergugat hadir
Pasal 124: jikalau si Penggugat, walaupun
dipanggil dengan patut, tidak menghadap Pengadilan Negeri pada hari yang telah
ditentukan itu, dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,
maka tuntutannya dipandang gugur dan si penggugat dihukum membayar biaya
perkara; akan tetapi si penggugat berhak, sesudah membayar biaya tersebut,
memasukkan tuntutannya sekali lagi.
3. Kedua belah pihak tidak hadir
Ada anggapan bahwa demi kewibawaan badan
peradilan serta agar jangan sampai ada perkara yang berlarut-larut dan tidak
berketentuan, maka dalam hal ini gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap
tidak pernah ada.
4. Kedua belah pihak
hadir.
Apabila kedua belah pihak hadir, maka
sidang pertama dapat dimulai dengan sebelumnya hakim menganjurkan mengenai
adanya perdamaian di antara kedua belah pihak tersebut.
Hak dan Kewajiban Hakim
Hak:
·
Dalam hal pemberian nasehat
Pasal 119: Ketua Pengadilan Negeri berkuasa memberi
nasehat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya tentang hal memasukkan
surat gugatnya.
Pasal 132: Ketua berhak, pada waktu memeriksa,
memberi penerangan kepada kedua belah pihak dan akan menunjukan supaya hukum
dan keterangan yang mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu supaya
perkara berjalan dengan baik dan teratur.
·
Dalam hal kewenangan hakim:
Pasal 159 ayat (4): Hakim berwenang untuk menolak permohonan
penundaan sidang dari para pihak, kalau ia beranggapan bahwa hal tersebut tidak
diperlukan.
Pasal 175: Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya
hakim untuk menentukan harga suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di
luar hukum.
Pasal 180
(1) Ketua PN dapat
memerintahkan supaya suatu keputusan dijalankan terlebih dahulu walaupun ada
perlawanan atau bandingnya, apabila ada surat yang sah, suatu tulisan yang
menurut aturan yang berlaku yang dapat diterima sebagai bukti atau jika ada
hukuman lebih dahulu dengan keputusan yang sudah mendapat kekuasaan yang pasti,
demikian juga dikabulkan tuntutan dahulu, terlebih lagi di dalam perselisihan
tersebut terdapat hak kepemilikan.
(2) Akan tetapi dalam hal
menjalankan terlebih dahulu ini, tidak dapat menyebabkan sesorang dapat
ditahan.
Kewajiban:
·
Dalam hal pembuktian:
Pasal 172: Dalam hal menimbang harga kesaksian,
hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari
saksi-saksi; cocoknya kesaksian yang diketahui dari tempat lain tentang perkara
yang diperselsiihkan; tentang sebab-sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk
menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang perkelakuan
adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan
saksi-saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak.
Pasal 176: Tiap-tiap pengakuan harus diterima
segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima sebagian dan menolak sebagian
lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang
itu dengan masksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti
dengan kenyataan yang dusta.
·
Dalam hal menjatuhkan putusan:
Pasal 178
(1) Hakim karena
jabatannya, pada waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum,
yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
(2) Hakim wajib mengadili
atas seluruh bagian gugatan.
(3) Ia tidak diijinkan
menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih
dari yang digugat.
·
Dalam hal pemeriksaan perkara di muka pengadilan:
Pasal 372:
(1) Ketua-ketua majelis
pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan dalam persidangan dan
pemusyawaratan.
(2) Dipikulkan juga pada
mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban baik dalam persidangan; segala
sesuatu yang diperintahkan untuk keperluan itu, harus dilakukan dengan segera
dan seksama.
UU No. 14 Tahun 1970
Tugas Hakim:
Pasal 2 ayat (1): Tugas pokok daripada hakim adalah
menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya.
Pasal 5 ayat (2): Dalam perkara perdata hakim harus
membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan.
Pasal 14 ayat (1): Hakim tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili sesuatu perkara dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas, melainkan ia wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Upaya Hukum:
Sifat dan berlakunya upaya hukum berbeda
tergantung apakah merupakan upaya hukum biasa atau upaya hukum luar biasa.
1. Upaya Hukum Biasa:
Upaya hukum ini pada azasnya terbuka
untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh UU. Upaya hukum ini bersifat menghentikan
pelaksanaan putusan untuk sementara.
Upaya hukum biasa ini terbagi dalam:
a. Perlawanan; yaitu upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di
luar hadirnya tergugat. Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak
tergugat yang dikalahkan. Bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan
tersedia upaya hukum banding.
b. Banding; yaitu pengajuan perkara kepada pengadilan yang lebih
tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan.
c. Prorogasi; yaitu mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu
persetujuan kedua belah pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak wenang
memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang
lebih tinggi.
d. Kasasi; yaitu tindakan MA untuk menegakkan dan
membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan-putusan hakim pada
tingkatan tertinggi. Alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan
kasasi adalah:
1).
Tidak berwenang atau emlampaui batas wewenang,
2). Salah menerapkan atau melanggar
hukum yang berlaku,
3). Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
2. Upaya Hukum Luar Biasa
a. Peninjauan Kembali; yaitu
peninjauan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
dengan syarat terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan oleh UU.
b. Derdenverzet atau Perlawanan Pihak
Ketiga; yaitu perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga terhadap putusan
yang merugikan pihaknya. Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan
putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan
cara biasa. Apabila perlawanannya itu dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu
diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga.
Comments