Peranan Filsafat Hukum dalam Mencegah Keterpurukan Hukum
Contoh Kasus
Pencurian Tiga Biji Kakao
Ada sebuah kasus hukum yang sangat menarik untuk ditelaah, yakni seorang nenek berumur 55 Tahun yang bernama Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA) adalah hal yang biasa saja.
Ada sebuah kasus hukum yang sangat menarik untuk ditelaah, yakni seorang nenek berumur 55 Tahun yang bernama Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA) adalah hal yang biasa saja.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
ANALISIS
KASUS
A. Pandangan
Aliran Positivisme
Kasus nenek Minah menurut aliran
positivis adalah sebuah perbuatan yang harus dihukum, tanpa menghiraukan besar
kecil yang dicurinya. Penegakan hukum terhadap nenek Minah harus dilepaskan
dari unsur-unsur sosial serta moralitas, karena menurut kaca mata aliran ini
tujuan hukum adalah kepastian, tanpa adanya kepastian hukum tujuan hukum tidak
akan tercapai walaupun harus mengenyampingkan rasa keadilan.
Menurut
Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan terlepas dari soal baik dan
buruk. Karena itu, ilmu hukum tugasnya hanyalah menganalisis unsur-unsur yang
secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan dengan
hukum positif, yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau
keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam
suatu negara.
Aliran
Positivisme hukum telah memperkuat pelajaran legisme, yaitu suatu pelajaran
yang menyatakan tidak ada hukum di luar undang-undang, undang-undang menjadi
sumber hukum satu-satunya. Undang-undang dan hukum diidentikkan.
Ketika
nenek Minah kedapatan mengambil 3 buah kakao, yang secara ekonomi nilainya
tidak seberapa, nenek Minah harus berurusan dengan hukum, karena perbuatan yang
dilakukan nenek Minah menurut hukum Pidana termasuk kepada perbuatan pidana
yakni tindak pidana pencurian. Menurut Aliran Positivisme bagaimana pun
hukum harus ditegakkan tanpa melihat
baik atau buruknya serta adil atau tidak adilnya. Hukum harus dilepaskan dari
unsur-unsur sosial, karena tujuan dari aliran ini adalah kepastian hukum.
Menurut
paham positivisme, setiap norma hukum harus eksis dalam alamnya yang obyektif
sebagai norma-norma yang positif, serta ditegaskan dalam wujud kesepakatan
kontraktual yang konkret antara warga masyarakat atau wakil-wakilnya.
Dalam menjawab persoalan itu, sebagai
negara yang menganut aliran positivisme, mau tidak mau cara berpikir aliran
positivisme itulah yang harus diterapkan. Inilah yang disebut dengan tertib
berpikir. Dengan kata lain, terlepas dari serba keburukan-keburukan yang
melekat pada aliran hukum positivisme ini, cara memandang persoalannya harus
dengan kacamata positivisme. Bukan dengan dasar filosofis lainnya.
Karena melihat
persoalan hukum ini melalui kacamata positivisme, maka harus melihat kembali
fakta-fakta substansi hukum Pidana Indonesia dalam menjawab persoalan ini,
sebagai negara yang menganut aliran positivisme, mau tidak mau cara berpikir
aliran positivisme itulah yang harus diterapkan. Inilah yang disebut dengan
tertib berpikir, sehingga hukum Pidana terlepas dari Ins konsistensi
hukum. Dengan kata lain, terlepas dari
serba keburukan-keburukan yang melekat pada aliran hukum positivisme ini, cara
memandang persoalannya harus dengan kacamata positivisme. Bukan dengan dasar
filosofis lainnya. Menurut Hans Kelsen, aliran positivisme hukum tidak
mempersoalkan keadilan, karena hal tersebut bukan konsen dari hukum.
B.
PERANAN FILSAFAT DALAM MENCEGAH
KETERPURUKAN HUKUM.
Setelah melihat dan menganalisis tentang kasus di atas maka
secara jelas dalam kasus tersebut hakim terlalu normative dalam memutuskan
perkara. Hakim tidak memperhatikan kajian
secara empiris dalam hal ini tidak memperhatikan aspek sosiologi. Contoh
kasus tersebut di atas merupakan salah satu bukti bahwa penegakan hukum di
Negara kita hari ini masih sangat jauh dari harapan.
Selanjutnya yang menjadi permasalahan apa peranan dari
filsafat hukum dalam mencegah keterpurukan hukum?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas maka kita terlebih
dahulu harus mengetahui filsafat hukum itu sendiri. Seperti yang telah diketahui bahwa filsafat hukum itu adalah cabang
filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia
ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan
masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal
kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan
berbagai macam lembaga hukum.
Perananan
filsafat dalam mencegah keterpurukan hukum adalah dengan menciptakan penegak
hukum yang professional. Mengapa? Karena dengan diciptakannya penegak hukum
yang yang professional maka akan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hukum
dalam hidup bersama, menumbuhkan ketaatan pada hukum, menemukan ruhnya hukum, menghidupkan
hukum dalam masyarakat dan akan memacu penemuan hukum baru.
Faktor peran
pentingya filsafat bagi para penegak hukum yang professional adalah ;
1. Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas.
2. Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segara tindakannya sehingga manusia kaan dapat lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan.
3. Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral.
1. Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan yang semakin luas.
2. Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang akan membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya dalam segara tindakannya sehingga manusia kaan dapat lebih hidup, lebih tanggap terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan.
3. Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan moral.
Setiap profesi termasuk aparat pemerintah menggunakan filsafat hukum untuk
menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan
garis batas nilai yang dijadikan acuan dalam mengemban tugasnya sehari-hari.
Dengan demikian dapat dikatakan filsafat hukum ibarat kompas yang memberikan
atau menunjukkan arah pandang bagi aparat pemerintah sekaligus menjamin mutu
moral profesi di hadapan masyarakat.
Hal yang penting dipahami ialah bahwa filsafat hukum tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Filsafat hukum dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi atau paksaan dari pihak luar setiap orang akan mematuhinya. Dorongan untuk mematuhi filsafat hukum bukan dari adanya sanksi melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat dan nilai-nilai filosofis.
Hal yang penting dipahami ialah bahwa filsafat hukum tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Filsafat hukum dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi atau paksaan dari pihak luar setiap orang akan mematuhinya. Dorongan untuk mematuhi filsafat hukum bukan dari adanya sanksi melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat dan nilai-nilai filosofis.
Ada beberapa maksud yang terkandung dalam pembentukan
filsafat hukum, yaitu:
1. Menjaga dan
meningkatkan kualitas moral
2. Menjaga dan
meningkatkan kualitas keterampilan teknis
3. Melindungi kesejahteraan materiil pengemban profesi
3. Melindungi kesejahteraan materiil pengemban profesi
Selanjutnnya supaya hukum yang
dibangun dan dibentuk memiliki landasan yang kokoh untuk jangka panjang dan
tidak akan dipertentangkan dengan pemahaman filsafat barat dan timur,
pengetahuan tentang filsafat hukum barat yang masih mendominasi pengetahuan
filsafat hukum Indonesia seharusnya diselaraskan dengan filsafat Pancasila
sebagai Dasar Negara RI.
Yang terakhir agar
supaya keterpurukan “ kesalahan” dalam mengadili dapat diminimalisasi maka
dalam mengkaji sebuah kasus harus berusaha mencari atau mengungkap hakikat dari
hukum tersebut dan juga harus menganalisis konsep-konsep fundamental dalam
hukum yaitu keadilan, kesamaan, kepastian dan tujuan hukum itu sendiri.
Filsafat
hendaknya memberikan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak
manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada
cita mulia kemanusiaan, tanpa mengindahkan norma/nilai-nilai yang berlaku dan
melekat dimasyarakat itu sendiri. (Andi Sunarto)
Comments